Tidak diragukan
lagi bahwa organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan sosial
masyarakat. Menurut Ibn Khaldun manusia diciptakan sebagai makhluk
politik atau sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam
mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat dan
organisasi sosial merupakan sebuah keharusan (dharury). Murujuk dari
pendapat Ibn Khaldun tersebut semakin memperkuat bahwa organisasi sosial
merupakan sebuah keharusan dan menjadi sesuatu yang sangat penting serta
dibutuhkan oleh masyarakat.
Di Indonesia
sendiri terdapat begitu banyak organisasi sosial kemasyarakatan yang hadir dan
eksistensinya cukup masyhur dimata masyarakat Indonesia secara umum. Di Pulau
Jawa misalnya, ada Nahdlatul Ulama’ sebuah organisasi sosial kemasyarakatan
yang sangat besar dan terkenal di Indonesia, serta memiliki kader yang sangat
banyak bukan hanya dari pulau Jawa saja tetapi tersebar ke seluruh penjuru
Indonesia. Kemudian ada Muhammadiyyah, salah satu organisasi yang sangat besar
juga yang ada di Indonesia yang massa kadernya tidak jauh berbeda dari jumlah kader
Nahldatul Ulama’.
Di NTB sendiri atau di Lombok ini pada khususnya
pun memiliki sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang bernama Nahdlatul
Wathan yang didirikan oleh Maulana Syeikh Muhammad Zainuddin Abdul Majid atau
yang sekarang ini di kenal sebagai pahlawan nasional satu-satunya berasal dari
Nusa Tenggara Barat. Jumlah kadernya pun tidak jauh berbeda dengan Nahdlatul
Ulama’ dan Muhammadiyyah meskipun Nahdlatul Wathan tidak lah sebesar Nahdlatul
Ulama’ dan Muhammadiyyah. Namun eksistensinya juga cukup di kenal oleh
masyarakat Indonesia secara umum.
Dan ada banyak lagi organisasi sosial
kemasyarakatan yang ada di Indonesia yang eksistensinya pun juga tidak kalah
dengan organisasi-organisasi yang saya sebutkan tadi. Menjadi sebuah keharusan
memang bagi masyarakat untuk membuat sebuah wadah perjuangan bagi kelompoknya
untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat, bangsa dan Negara. Hal inilah
yang kemudian menjadikan organisasi sosial kemasyarakatan menjadi sangat lekat
dengan nuansa politik. Karena tidak bisa kita nafikan memang dalam kondisi
sosial kemasayarakatan sekarang ini, menjadikan politik sebagai alat untuk
membangkitkan identitas organisasi adalah solusi yang dianggap paling tepat.
Masyarakat dipaksa untuk membuka mata selebar
mungkin untuk melihat celah yang paling memberikan peluang untuk mengangkat
identitas organisasinya masing-masing. Hal tersebut kemudian menjadi kempetisi
yang sangat kental dengan nilai-nilai persaingan karena setiap kelompok
masyarakat memperjuangkan identitas oganisasinya sendiri melalui jalur politik
dan kekuasaan. Dan saya rasa hal itulah yang sekarang ini terjadi, yaitu menjadikan
politik sebagai jalur yang paling memungkinkan untuk membangun kekuatan
kelompok organisasi.
Hal demikian memang bukanlah merupakan sesuatu
yang bersifat negatif, karena hal tersebut sesuai dengan naluri manusia yang
selalu menginginkan yang terbaik didalam hidupnya begitu juga dengan kelompoknya.
Sesuai juga dengan ayat didalam Al-Qur’an surah Al-Baqoroh ayat 148 yang
artinya :“Berlomba-lomba dalam kebaikan”. Namun dalam konteks kehidupan
sosial segala sesuatu harus ditafsirkan tidak hanya pada tampaknya saja,
melainkan selalu ada tafsiran di belakang dari apa yang tampak oleh panca indera
kita. Itulah sebabnya kita harus jeli dalam melihat segala fenomena yang ada
dalam kehidupan sosial kita sehari-hari.
Harnold D. Lasswell (1936) : “Politik
merupakan siapa yang mendapatkan apa, kapan dan bagaimana”.
Politik pada dasarnya memiliki tujuan
kemaslahatan. Dalam pelaksanaannya, politik diibaratkan sebagai sebuah
bongkahan batu dan manusia merupakan pelaku untuk memoles bongkahan batu
tersebut.(Aristoteles, seorang filuf yunani). Namun tidak jarang juga
politik digunakan sebagai alat untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, baik
itu kelompok organisasi maupun kelompok masyarakat dari daerahnya
masing-masing. Oleh karena itu hal demikianlah yang membuat politik itu seperti
yang dikatakan oleh Harnold D. Lasswell siapa yang mendaptkan apa, kapan
dan bagaimana. Tidak mengerankan kemudian muncul statement-statement dari
masyarakat yang mengatakan bahwa politik itu merupakan racun dan sangat kotor.
Di sisi lain kita melihat pertarungan yang muncul
dikancah politik sekarang ini kental dengan persaingan antara organisasi satu
dengan organisasi yang lainnya. Dalam pandangan yang positif hal itu merupakan
sesuatu yang biasa karena sesuai dengan naluri kemanusiaan. Namun disisi lain
juga kita harus memperhatikan hal-hal yang kemudian muncul dari keikutsertaan
oganisasi kemasyarakatan dalam dunia politik. Jika ingin membangun masyarakat
ataupun membimbing masyarakat saya rasa oganisasi sosial kemasyarakatan ataupun
elit-elit dari sebuah organisasi sosial kemasyarakatan tersebut tidak harus terjun
ke dalam dunia politik.
Bukan menjadi hal yang tidak baik, namun
pertimbangan yang akan muncul ialah karena kita membawa identitas tertentu
dalam dunia perpolitikan akan membuat kita berpikir bagaimana cara kita
mengembangkan kelompok kita sendiri terlebih dahulu daripada kemaslahatan
masyarakat secara luas. Hal ini sesuai dengan yang di katakana Lasswell
siapa yang mendapatkan apa, kapan dan bagaimana. Siapa yang berkuasa maka dia
sudah tau apa yang akan didapatkan dari kekuasaannya, kapan dan bagaimana cara
mendapatkannya. Tidak heran kemudian setiap kali ada kontestasi politik selalu
terjadi polarisasi-polarisasi dalam masyarakat, bukan menyatukan melainkan
membuat masyarakat menjadi terkelompok-kelompokkan sesuai dengan kepentingan
masing-masing.
Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia tentu
hal demikian akan berdampak tidak baik bagi kesatuan negera dan persaudaraan
masyarakat. Politik tidak lagi menjadi sebuah jalan yang memiliki tujuan untuk
kemaslahatan tetapi menjadi tujuan untuk kepentingan-kepentingan identitas,
sesuai dengan identitas kelompok masing-masing. Dan hal ini memang harus di
sadari oleh masyarakat Indonesia karena kemaslahatan untuk umat secara luas
jauh lebih penting dari pada mengedepankan kepentingan identitas apalagi kepentingan
pribadi yang nanti akan sangat berpotensi memunculkan polarisasi dalam
masyarakat setiap kali adanya kontestasi politik.
Ibn Khaldun dalam bukunya Muqaddimah
mengatakan bahwa masyarakat harus memiliki Ashobiyyah untuk mempertahankan
kesatuan dan kekuatan negaranya. Ashobiyyah yang dimaksud ialah solidaritas
yang secara kolektif kokoh dan kuat. Ketika solidaritas secara kolektif itu
kuat maka kesatuan negara akan semakin kuat, namun ketika solidaritas secara
kolektif itu lemah maka negara secara perlahan akan menemui titik
kehancurannya.
Tentunya menjadi suatu teguran keras bagi kita
sebagai satu kesatuan masyarakat dalam bingkai yang bernama Negara Kesatuan
Republik Indonesia ketika membaca dan mengkaji apa yang dikatakan Ibn khaldun
dalam teorinya tentang “Ashobiyyah” tersebut. Dan menjadi tugas yang sangat
penting bagi kita untuk lebih cerdas lagi dalam menghadapi gejolak politik yang
terkadang membuat kita menjadi baik dan tak jarang juga membuat kita menjadi
sesat.
Kontestasi politik 2019 ini sangat kental dengan
tragedi polarisasi umat yang begitu massif. Hal ini yang kemudian membuat
Ashobiyyah kita sebagai satu kesatuan masyarakat kian tidak terlihat bahkan
mungkin hilang. Dan menjadi suatu kehawatiran besar bahwa hal ini akan membuat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini akan terpecah belah dan
segera menuju ambang keruntuhannya. Untuk itu, sebagai satu kesatuan kita harus
memiliki Ashobiyyah atau solidaritas secara kolektif yang kuat dan
menghilangkan segala bentuk polarisasi umat agar negara kita ini memiliki
pertahanan yang kuat dengan Ashobiyyah yang kuat pada masyarakatnya.
Menjaga persaudaraan dan kesatuan itu memang
menjadi sebuah keharusan bagi kita sebagai warga negara. Dan ini tentunya
menjadi tugas kita bersama untuk terus saling mengingatkan bahwa asset terbesar
yang dimiliki bangsa ini adalah persaudaraan. Analisis saya mengatakan
polarisasi massa yang sangat kuat dalam kontestasi politik sekarang ini ialah
karena adanya hasrat yang membawa kita berkompetisi untuk membangun identitas
masing-masing atau membangun identitas kelompok organisasi kita masing-masing.
Sehingga hal demikian lah yang membuat polarisasi-polarisasi muncul didalam
tatanan sosial kemasyarakatan. Dan hal ini pula yang membuat Ashobiyyah kita
sebagai satu kesatuan kian luntur, karena adanya kepentingan identitas untuk
membangun negeri.
Untuk itu menjadi suatu tugas yang sangat besar
bagi kita semua, bahwa dalam membangun sebuah kesolidan, kesatuan dan katahanan
negara yang kuat maka kita harus memiliki solidaritas secara kolektif yang kuat
pula. Selalu menjaga persaudaraan, hentikan polariasasi yang begitu massif pada
masyarakat, hentikan perkataan yang saling menghujat dan menghina serta segala
bentuk sesuatu yang dapat merusak Ashobiyyah kita sebagai satu kesatuan. Dan
mari kita bangun negara kita tercinta ini dengan solidaritas dan persaudaraan.
“Membangun Indonesia tidak akan bisa jika
masih ada kepentingan Identitas yang kita hadirkan”.
Penulis : Indrawan Nur Fuadi