Beberapa
bulan terakhir ini dunia dihebohkan dengan wabah penyakit yang begitu
menakutkan bernama Virus Corona, biasa juga orang-orang
menyebutnya Covid 19. Wuhan yang merupakan salah satu daerah yang
ada di China menjadi awal mula dari menculnya virus ini. Tidak lama kemudian,
tidak butuh waktu yang terlalu panjang virus ini menyebar ke seluruh Asia,
Eropa dan tak terkecuali Afrika. Amerika Serikat saat ini menjadi negara dengan
urutan pertama korban positif Covid 19 di seluruh dunia, yang kemudian
di susul Italia pada urutan kedua tertinggi, baru setelahnya ada Spanyol,
Jerman dan China pada urutan kelima tertinggi di dunia. (Kompas.com, 03/04/2020)
Indonesia
sendiri merupakan salah satu negara yang mendapat impact akibat
penularan Covid 19. Tercatat sudah ada ribuan warga negara Indonesia
yang terinfeksi positif Covid 19, ratusan meninggal dan ratusan juga
yang telah sembuh. Hal ini tentu harus mendapatkan perhatian yang serius dari
pemerintah dan semua kalangan di lini kehidupan masyarakat. Sebab, penularan
akan terus berlanjut jika masalah ini masih diabaikan oleh sebagian besar
masyarakat. Pemerintah Indonesia sendiri masih kewalahan menghadapi pandemi Covid
19, terlihat dari belum adanya road maps yang jelas dari pemerintah
dalam penanganan pandemi ini.
Social
distancing dan physical
distancing masih menjadi solusi terdepan yang disampaikan pemerintah untuk
menghadapi Covid 19 ini. Belum ada kebijakan jelas yang diberlakukan
pemerintah Indonesia seperti kebijakan lockdown yang sudah diberlakukan
dibeberapa negara terdampak Covid 19. Kondisi ini kemudian memperumit
dan membuat penularan tiap harinya terus bertambah. Maka dari itu, dalam hal
ini pemerintah ataupun masyarakat harus saling pikul memlikul untuk melawan virus
yang menakutkan ini. Solidaritas sosial dan kerja sama kolektif dari seluruh
elemen masyarakat tentu mengambil peran terpenting dalam menghadapi pandemi.
Namun,
disisi lain muncul dilema yang terjadi pada masyarakat. Ketika pemerintah
meminta masyarakat untuk melakukan social distancing atau physical
distancing yang biasa juga ditafsirkan jaga jarak atau membatasi aktivitas
sosial menjadi polemik yang muncul pada ruang lingkup masyarakat. Sebab,
membatasi aktivitas sosial masyarakat itu sama saja dengan membatasi jaminan
hidup masyarakat. Karena aktivitas sosial seperti bekerja, sekolah, kuliah dan
lain lain adalah cara masyarakat mempertahankan hidup. Namun, disisi lain juga
masyarakat harus berhati-hati sebab yang sedang dihadapi ini bukan penyakit
yang patut diremehkan. Inilah yang kemudian membuat pemerintah dan masyarakat
tidak kunjung sehati. Pemerintah tidak memberikan jaminan social distancing untuk
masyarakat sedangkan masyarakat harus tetap mempertahankan hidupnya melalui
aktivitas sosial.
“Tentu
tidak mungkin membiarkan hewan ternak mencari makan dikandangnya sendiri,
majikan harus memberinya makan”.
Disisi
lain tidak mudah menjamin hidup rakyat Indonesia dari sabang sampai marauke
terlebih dalam kondisi seperti saat ini. Sedangkan kebijakan lockdown (karantina
wilayah) akan sangat berimbas pada siklus perekonomian bangsa dan itu
juga tidak mudah, sebab krisis ekonomi yang panjang akan sangat mengancam masa
depan bangsa dan juga kesejahteraan warga negara. Namun, lockdown ataupun
tidak menjadi pertimbangan pemerintah kedepannya.
Saat
ini, solidaritas sosial mengambil peran terpenting dalam menghadapi pandemi
ini. Covid 19 seloah menjadi batu uji kekuatan solidaritas sosial,
sebab banyak sekali dilema yang muncul ditengah-tengah masyarakat baik dari
kalangan pemerintah ataupun dari kalangan masyarakat biasa. Sepemahaman antara
pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Mengesampingkan kepentingan
individu dan mandahulukan kepentingan rakyat adalah yang utama dan semua itu
dapat dicapai dengan memperkuat solidaritas sosial, kolektifitas dan kerja
antara pemerintah, stakeholder, dan masyarakat tentunya.
Namun,
kondisi yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Solidaritas sosial kian
melemah, kerjasama kolektif kian memudar, pemerintah tidak kunjung menemukan
solusi, masyarakat dan pemerintah tidak kunjung sepaham, kepentingan indivudu
masih dikedepankan. Lalu siapa yang harus disalahkan dalam kondisi ini. Masyarakat
tentu berharap banyak pada pemerintah dan pemerintahpun berharap banyak pada
masyarakat agar mendengarkan himbaunnya. Sangat terlihat bahwa solidaritas
sosial masyarakat di Indonesia tidak begitu kuat dalam menghadapi pandemi ini.
Baik itu dalam ruang lingkup pemerintah sekalipun, sehingga tidak kunjung ada
solusi.
Ibnu
Khaldun dalam bukunya Mukaddimah mangatakan
bahwa didalam unsur masyarakat terdapat Ashobiyyah. Ashobiyyah yang
dimaksud ialah solidaritas sosial. Dijelaskan bahwa Ashobiyyah dalam
lini kehidupan menjadi unsur penentu ketahanan sosial. Ibnu Khaldun menjelaskan
kuat dan tidaknya, bertahan dan tidaknya, runtuh dan tidaknya suatu negara atau
suatu peradaban dapat diukur dari kekuatan Ashobiyyah yang ada disuatu
negara atau peradaban tersebut. Maka dalam kondisi pendemi ini mempertahankan
kekuatan Ashobiyyah atau solidaritas sosial menjadi hal yang sangat
perlu untuk kita lakukan bersama.
Dilema
yang muncul ditengah-tengah masyarakat saat ini sebab adanya wabah Covid 19
tentu menjadi ujian dari kekuatan solidaritas sosial bangsa ini. Jika semakin
kuat solidaritas sosial, semakin kuat kerjasama kolektif pemerintah dan
masyarakat dalam menangani penyebaran Covid 19 ini, tentu menjadi nilai
yang positif sebagai ikhtiar kita bersama menghadapi dan mengurangi penularan Covid
19 di Indonesia.
Social
distancing, physical distancing,
himbauan pemerintah, kepres pembatasan sosial berskala besar diterbitkan, kerja
sama kolektif, dilema-dilema yang ditimbulkan, pro kontra yang hadir, ritual
keagamaan yang sementara dihentikan, masalah sosial yang kian bertambah dan
semua solusi yang ditawarkan dalam menghadapi Covid 19 ini adalah batu
uji kekuatan Ashobiyyah atau solidaritas sosial bangsa ini. Mari
kerjakan bersama!
Penulis : Indrawan Nur Fuadi











