Puisi dan Senja

Senja bukan hanya pertanda hari yang telah usai, ia juga adalah rumah tempat bercerita. Tempat puisi menetap dan sajak paling sunyi di lahirkan.

Opini

Ide itu juga mahkluk hidup, perlu di rawat dan di asah. Menulis adalah salah satu cara paling ideal untuk menjaganya tetap hidup.

Journey

Perjalanan bukan hanya tentang jejak yang tertinggal, tapi ia juga adalah kenangan yang tetap hidup. Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mengabadikan setiap perjalanan dalam hidupnya. Aku memilih menulis!

Social and Politics

Politik itu akan membunuh jika kita acuh tak acuh terhadapnya, tapi ia akan menjadi peta keadilan sosial jika kita memahaminya dengan baik. Kekuasaan tidak akan berkuasa seenaknya jika setiap mahkluk sosial memiliki peran dan peduli dalam setiap agenda politik. Harmonisasi kehidupan sosial adalah tujuan utama politik. Bukan kekuasaan!

Religion and Culture

Agama dan budaya adalah perpaduan. Beberapa orang sering menganggapnya bertentangan, tetapi agama dan budaya justru menjadi benda paling purba yang melekatkan manusia pada karakteristik dan nilai dalam kehidupan.

Sabtu, 31 Oktober 2020

Bela Nabi, Bersatu Lawan Radikalisasi Agama

Saya ingin memulai tulisan ini dengan mengucapkan “allahummashollia’ala Muhammad waala alisayyidina Muhammad”. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah Swt dan kelak mendapat syafaat dari baginda Rasullullah Muhammad Saw. Aamiin

Baru-baru ini umat islam dihebohkan oleh pernyataan Presiden Prancis Emanuel Macron yang telah melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. Sebagaian besar pandangan dari berbagai Negara diseluruh dunia khususnya negara muslim menyebut tindakan Presiden Prancis ini adalah bentuk pelecehan terhadap umat Islam diseluruh dunia. Pernyataan Presiden Prancis ini pun langsung mendapat respon yang tegas dari negara-negara muslim didunia hingga sampai pada pemboikotan produk-produk buatan Prancis. Tidak terkecuali Indonesia, Presiden Jokowi Widodo turut mengecam keras pernyataan Presiden Prancis tersebut dan mengajak negara diseluruh dunia untuk tetap menjaga kedamaian dan toleransi antar agama serta fokus dan bersatu melawan Covid-19 yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan global yang belum teratasi.

Beragam sudut pandang mulai berkeliaran akibat pernyataan Macron yang telah mengina Nabi Muhammad Saw. Pernyataan itu dinilai dapat memecah keharomonisan umat beragama diseluruh dunia dan sangat berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara negara muslim dan non muslim. Penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw ini sebetulnya bukan kali pertamanya terjadi, bahkan umat islam selalu dikaitkan sebagai kelompok yang menyebarluaskan ideologi ekstrimis. Tentu hal ini menimbulkan kegeraman bagi umat islam diseluruh dunia. Tidak hanya itu, pelecehan terhadap simbol agama ini juga akan berdampak pada keharmonisan beragama yang selama ini sudah cukup berjalan dengan baik, dan akan sangat memungkinkan untuk terpecah belah kembali.

Radikalisasi agama bukan merupakan hal baru yang dihadapi dunia belakangan ini. Perang atas nama agama masih berlanjut hingga saat ini. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa umat islam yang selalu diklaim sebagai pembawa paham ekstrimis. Agama islam selalu disudutkan dengan penyataan-pernyataan yang melecehkan agama islam itu sendiri, bahkan islam selalu diklaim sebagai agama teroris. Apa yang terjadi sekarang ini telah secara terangan-terangan merusak citra islam yang dikenal sebagai pembawa kedamaian, agama islam telah di perkosa kesuciannya. Oleh karena itu, jika kita berbicara soal radikalisasi agama, maka agama yang selalu menjadi korban tindakan radikal itu adalah islam itu sendiri. Itu adalah bentuk tindakan radikalisasi agama yang nyata bahkan lebih nyata dari tindakan terorisme. Islam telah di framing menjadi sesuatu yang menyeramkan, sesuatu yang membunuh, tidak kenal ampun, intoleran, eksklusif dan segala hal yang membuat orang takut kepada Islam. Hanya dengan asumsi ‘kebebasan berpendapat’ bukan berarti diperbolehkan menistakan agama manapun didunia ini.

Nabi Muhammad merupakan iconic yang menjadi panutan dan suri tauladan umat islam, maka siapapun yang menghina, melecehkan, merendahkan itu merupakan tindakan terorisme terhadap umat islam. Tindakan radikalisasi atas nama agama ini harus segera dilawan dan dihapuskan demi menjaga kedamaian dunia. Akan menjadi persoalan yang serius jika hal ini tidak dihentikan dengan cepat dan tegas. Konflik antar agama akan sangat berpotensi menyebabkan kekacauan dunia bahkan hal yang paling berbahaya adalah potensi konflik yang membuat negara-negara di seluruh dunia sampai mengangkat senjata. Tentu hal itu yang harus dihindarkan demi menjaga keharmonisan beragama dan bernegara.

Namun, di satu sisi umat Islam juga harus kritis melihat kondisi ini. Penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw adalah suatu bentuk panggilan bahwa umat islam harus bersatu dan melupakan perbedaan-perbedaan yang justru menimbulkan konflik internal di dalam tubuh islam itu sendiri. Adanya musuh bersama adalah bentuk bahwa umat Islam harus bersatu melawannya.

Ada suatu ungkapan yang menyebutkan.

“kebenaran adalah milik kekuasaan dan untuk berkuasa maka kekuatan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan”.

Artinya apa, penghinaan terhadap nabi Muhammad Saw ini terjadi karena adanya power and strength yang dimiliki oleh pihak yang melakukan penghinaan tersebut. Penghinaan itu terjadi karena umat Islam dianggap tidak memiliki power and strength didalam kelompoknya. Selain dari faktor kebencian, kedua faktor tersebut bisa dikatakan adalah salah satu pengaruh mengapa Islam sering menjadi sasaran empuk penghinaan dan penistaan, bahkan paham-paham ekstrimisme tentang agama selalu dikaitkan dengan Islam. Maka untuk menyikapi itu umat Islam harus menunjukkan power and strength yang dimilikinya dengan cara bersatu membentuk barisan dan memperlihatkan bahwa Islam itu tidak kecil, Islam itu ada dimana-dimana, Islam memberikan kedamaian dan cinta akan kedamaian. Sehingga ketika ada power and strength yang ditunjukan oleh umat Islam maka dengan begitu tidak dengan mudah lagi Islam dilecehkan dan dinistakan oleh pihak manapun.

Terlepas dari bagaimana umat Islam harus bersikap, yang lebih ditekankan dalam tulisan ini ialah memberikan seruan kepada masyarakat dari agama manapun bahwa radikalisasi agama, kebebasan berpendapat yang berpotensi merusak kesucian agama adalah bentuk sikap yang diluar batas kewajaran manusia sabagai mahluk sosial yang seharusnya menjaga perdamaian dan persatuan. Radikalisasi agama, penistaan terhadap agama, pelecehan terhadap tokoh-tokoh dalam agama dengan alasan apapun adalah bentuk tindakan yang mendegradasi nilai-nilai suci dari agama itu sendiri. Perilaku ini harus di lawan karena hanya akan menyebabkan kekacauan dunia serta dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan merusak keharmonisan beragama dan bernegara.

Dan untuk menutup tulisan ini, mari kita bersholawat.

allahummashollia’ala Muhammad waala alisayyidina Muhammad”.


Penulis : Indrawan Nur Fuadi

Sabtu, 05 September 2020

Terkutuk Aku


Aku terjaga bersama malam sunyi
Gelap dan sepi seperti memeluk
Sinar bulan menyelinap masuk
Melalui lubang-lubang kecil disudut kamarku
Menjelma cahaya terang, mengusir gelap
Cahaya ini menyerupai wajahmu
Merindu aku, mengingatmu
Dalam sunyi, dalam sepi
Mengutuk diriku!
Masih mencintaimu…


Sabtu, 22 Agustus 2020

Kembali

 

Lebih dari satu purnama telah berlalu
Membentangkan jarak kau dan aku
Resah di dadamu perlahan menghilang
Seperti teka-teki yang telah terjawab
Namun, masih juga semu
Begitu pula rindu, ku diamkan!
Hanya ku sampaikan dalam sajak-sajak puisi
Kadang ku nyanyikan lagu rindu
dalam sunyinya malam
Bukan untukmu, tapi untukku
Menyesali luka yang telah ku tinggal

Bagaimana kabarmu?
Coba lihat, tanda tanya itu!
Pertikaian antara keegoisan dan anganku
Memilikimu, sekali lagi!

Senin, 20 Juli 2020

Cinta dan Semesta


Rona senja menguning indah,
di ufuk nabastala sore ini
Sejuk mendamai atma
Patera berdansa ria tertiup angin
Menambah damai suasana
Aku ingin sekali bermeditasi dengan semesta
Mendiskusikan tentang asa, tentang rasa
Pada siapa rindu ini ku hantarkan
Pada siapa cinta ini ku tinggalkan

Rabu, 08 April 2020

Covid 19 : Batu Uji Kekuatan Solidaritas Sosial

 

Beberapa bulan terakhir ini dunia dihebohkan dengan wabah penyakit yang begitu menakutkan bernama Virus Corona, biasa juga orang-orang menyebutnya Covid 19. Wuhan yang merupakan salah satu daerah yang ada di China menjadi awal mula dari menculnya virus ini. Tidak lama kemudian, tidak butuh waktu yang terlalu panjang virus ini menyebar ke seluruh Asia, Eropa dan tak terkecuali Afrika. Amerika Serikat saat ini menjadi negara dengan urutan pertama korban positif Covid 19 di seluruh dunia, yang kemudian di susul Italia pada urutan kedua tertinggi, baru setelahnya ada Spanyol, Jerman dan China pada urutan kelima tertinggi di dunia. (Kompas.com, 03/04/2020)

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang mendapat impact akibat penularan Covid 19. Tercatat sudah ada ribuan warga negara Indonesia yang terinfeksi positif Covid 19, ratusan meninggal dan ratusan juga yang telah sembuh. Hal ini tentu harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dan semua kalangan di lini kehidupan masyarakat. Sebab, penularan akan terus berlanjut jika masalah ini masih diabaikan oleh sebagian besar masyarakat. Pemerintah Indonesia sendiri masih kewalahan menghadapi pandemi Covid 19, terlihat dari belum adanya road maps yang jelas dari pemerintah dalam penanganan pandemi ini.

Social distancing dan physical distancing masih menjadi solusi terdepan yang disampaikan pemerintah untuk menghadapi Covid 19 ini. Belum ada kebijakan jelas yang diberlakukan pemerintah Indonesia seperti kebijakan lockdown yang sudah diberlakukan dibeberapa negara terdampak Covid 19. Kondisi ini kemudian memperumit dan membuat penularan tiap harinya terus bertambah. Maka dari itu, dalam hal ini pemerintah ataupun masyarakat harus saling pikul memlikul untuk melawan virus yang menakutkan ini. Solidaritas sosial dan kerja sama kolektif dari seluruh elemen masyarakat tentu mengambil peran terpenting dalam menghadapi pandemi.

Namun, disisi lain muncul dilema yang terjadi pada masyarakat. Ketika pemerintah meminta masyarakat untuk melakukan social distancing atau physical distancing yang biasa juga ditafsirkan jaga jarak atau membatasi aktivitas sosial menjadi polemik yang muncul pada ruang lingkup masyarakat. Sebab, membatasi aktivitas sosial masyarakat itu sama saja dengan membatasi jaminan hidup masyarakat. Karena aktivitas sosial seperti bekerja, sekolah, kuliah dan lain lain adalah cara masyarakat mempertahankan hidup. Namun, disisi lain juga masyarakat harus berhati-hati sebab yang sedang dihadapi ini bukan penyakit yang patut diremehkan. Inilah yang kemudian membuat pemerintah dan masyarakat tidak kunjung sehati. Pemerintah tidak memberikan jaminan social distancing untuk masyarakat sedangkan masyarakat harus tetap mempertahankan hidupnya melalui aktivitas sosial.

“Tentu tidak mungkin membiarkan hewan ternak mencari makan dikandangnya sendiri, majikan harus memberinya makan”.

Disisi lain tidak mudah menjamin hidup rakyat Indonesia dari sabang sampai marauke terlebih dalam kondisi seperti saat ini. Sedangkan kebijakan lockdown (karantina wilayah) akan sangat berimbas pada siklus perekonomian bangsa dan itu juga tidak mudah, sebab krisis ekonomi yang panjang akan sangat mengancam masa depan bangsa dan juga kesejahteraan warga negara. Namun, lockdown ataupun tidak menjadi pertimbangan pemerintah kedepannya.

Saat ini, solidaritas sosial mengambil peran terpenting dalam menghadapi pandemi ini. Covid 19 seloah menjadi batu uji kekuatan solidaritas sosial, sebab banyak sekali dilema yang muncul ditengah-tengah masyarakat baik dari kalangan pemerintah ataupun dari kalangan masyarakat biasa. Sepemahaman antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Mengesampingkan kepentingan individu dan mandahulukan kepentingan rakyat adalah yang utama dan semua itu dapat dicapai dengan memperkuat solidaritas sosial, kolektifitas dan kerja antara pemerintah, stakeholder, dan masyarakat tentunya.

Namun, kondisi yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Solidaritas sosial kian melemah, kerjasama kolektif kian memudar, pemerintah tidak kunjung menemukan solusi, masyarakat dan pemerintah tidak kunjung sepaham, kepentingan indivudu masih dikedepankan. Lalu siapa yang harus disalahkan dalam kondisi ini. Masyarakat tentu berharap banyak pada pemerintah dan pemerintahpun berharap banyak pada masyarakat agar mendengarkan himbaunnya. Sangat terlihat bahwa solidaritas sosial masyarakat di Indonesia tidak begitu kuat dalam menghadapi pandemi ini. Baik itu dalam ruang lingkup pemerintah sekalipun, sehingga tidak kunjung ada solusi.

Ibnu Khaldun dalam bukunya Mukaddimah mangatakan bahwa didalam unsur masyarakat terdapat Ashobiyyah. Ashobiyyah yang dimaksud ialah solidaritas sosial. Dijelaskan bahwa Ashobiyyah dalam lini kehidupan menjadi unsur penentu ketahanan sosial. Ibnu Khaldun menjelaskan kuat dan tidaknya, bertahan dan tidaknya, runtuh dan tidaknya suatu negara atau suatu peradaban dapat diukur dari kekuatan Ashobiyyah yang ada disuatu negara atau peradaban tersebut. Maka dalam kondisi pendemi ini mempertahankan kekuatan Ashobiyyah atau solidaritas sosial menjadi hal yang sangat perlu untuk kita lakukan bersama.

Dilema yang muncul ditengah-tengah masyarakat saat ini sebab adanya wabah Covid 19 tentu menjadi ujian dari kekuatan solidaritas sosial bangsa ini. Jika semakin kuat solidaritas sosial, semakin kuat kerjasama kolektif pemerintah dan masyarakat dalam menangani penyebaran Covid 19 ini, tentu menjadi nilai yang positif sebagai ikhtiar kita bersama menghadapi dan mengurangi penularan Covid 19 di Indonesia.

Social distancing, physical distancing, himbauan pemerintah, kepres pembatasan sosial berskala besar diterbitkan, kerja sama kolektif, dilema-dilema yang ditimbulkan, pro kontra yang hadir, ritual keagamaan yang sementara dihentikan, masalah sosial yang kian bertambah dan semua solusi yang ditawarkan dalam menghadapi Covid 19 ini adalah batu uji kekuatan Ashobiyyah atau solidaritas sosial bangsa ini. Mari kerjakan bersama!



Penulis : Indrawan Nur Fuadi

Persaksian Semesta