Salah satu konsep pariwisata
yang saat ini dibutuhkan didalam industri pariwisata adalah konsep tentang
pariwisata yang ramah lingkungan dan tidak meniggalkan kultur-kultur lokal serta
menjaga nilai-nilai keagamaan yang ada pada suatu masyarakat. Hal tersebut dibutuhkan
mengingat bahwa kehadiran industri pariwisata sangat kental dengan terjadinya
akulturasi budaya. Fenomena tersebut banyak kita temukan dalam kehidupan sosial
masyarakat karena pengaruh hadirnya industri pariwisata ini sebagai salah satu
penyebabnya. Namun disisi lain kehadiran industri pariwisata sangat
menguntungkan bagi suatu daerah, khususnya dalam bidang ekonomi. Hal tersebut
bisa kita lihat dari banyaknya investasi yang hadir oleh karena adanya industri
pariwisata. Dengan adanya investasi maka secara otomatis pendapatan daerah pun
akan meningkat. Tetapi disisi lain pemerintah juga harus mempertimbangkan
dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kehadiran industri
pariwisata dan tidak melihatnya hanya dari segi keuntungan ekonomi saja
tentunya, melainkan melihatnya dari sudut pandang dampak sosial yang akan di
timbulkan.
Oleh karena itu, seiring
dengan hadirnya industri pariwisata yang berkembang dengan sangat pesat pada
saat ini maka hal itu harus mampu dimanfaatkan oleh pemerintah. Maka dari itu,
hadirnya konsep halal tourism merupakan suatu langkah baik yang telah dilakukan
pemerintah, mengingat bahwa industri pariwisata sangatlah berpengaruh terhadap kemajuan
suatu negara/daerah.
Halal tourism merupakan
gagasan yang baik dan sekaligus menjadi jawaban bagi perkembangan industri
pariwisata yang sesuai dengan kultur masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejak
2015 Kementerian Pariwisata Republik Indonesia menunjuk tiga provinsi di
Indonesia sebagai destinasi wisata halal. Ketiga provinsi tersebut adalah Nusa
Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat, dan Aceh. Dari tiga provinsi tersebut,
NTB dipandang memiliki potensi besar untuk mengembangkan wisata halal di
Indonesia. Ada tiga alasan mengapa Provinsi NTB memiliki potensi besar dalam
mengembangkan wisata halal. Pertama, keindahan alam yang dimiliki oleh NTB tidak kalah dengan
yang dimiliki oleh Provinsi Bali. Kedua, mayoritas penduduk NTB adalah muslim. Ketiga,
NTB memiliki kultur dan tradisi keagamaan yang unik. Berdasarkan studi tersebut
maka pemerintah NTB harus benar-benar mempertimbangkan kebelanjutan dan
perkembangan NTB sebagai salah satu destinasi wisata halal di Indonesia.
Pada
era pemerintahan NTB sebelumnya yang pada saat itu di pimpin oleh TGB. Muhammad
Zainul Majdi. Halal Tourism menjadi fokus dari program pemerintah NTB pada saat
itu. Dan dampak positif yang dihasilkan adalah pada tahun 2015 Lombok pernah
memenangkan World Halal Travel Awards (WHAT) dalam kategori World Best Halal Tourism
Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination. Potensi NTB dalam
bidang pariwisaa sangat tinggi sekali karena NTB memiliki keindahan alam yang
sangat luat biasa. Bukan hanya itu, industri pariwisata juga merupakan salah
satu industri yang sangat menjanjikan di dunia saat ini karena industri
pariwisata memiliki peluang keuntungan ekonomi yang sangat tinggi, maka dari
itu pemerintah perlu memperhatikan potensi pengembangan industri pariwisata di
NTB terlebih lagi provinsi Nusa Tenggara Barat sudah dinobatkan sebagai World
Best Halal Tourism Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination.
Untuk
mengembangkan industri pariwisata di NTB bukanlah perkara mudah. Hal ini
mengingat bahwa konsep wisata yang selama ini dipahami oleh masyarakat adalah
konsep wisata konvensional yang bisa dikatakan tidak memiliki batasan-batasan
tertentu bagi wisatawan sehingga potensi terjadinya akulturasi budaya sangat
tinggi. Bukan hanya itu, melainkan banyak dampak negatif lainnya yang akan
ditimbulkan oleh kehadiran industri pariwisata. Tidak terbatas hanya pada
lunturnya nilai-nilai budaya lokal tetapi potensi terbentuknya pola-pola hidup
baru yang menyebabkan masyarakat meninggalkan pola-pola hidup lama, tetapi
sebenarnya pola-pola hidup baru yang dijalani tersebut tidak sesuai dengan mental
kognitif masyarakat. Sehingga yang terjadi adalah rusaknya mental kognitif yang
selama ini sudah dibentuk didalam lingkungan tempat dia tinggal sebelumnya. Hal
itu karena industri pariwisata menghadirkan beragam sekali pola-pola hidup yang
tercampur dari seluruh penjuru dunia, karena yang berkunjung bukan hanya
wisatawan lokal saja melainkan wisatawan mancanegara yang datang dari negara-negara
yang berbeda.
Maka
untuk mewaspadai hal itu, hadirlah konsep halal tourism yang mencoba melindungi
masyarakat dari potensi timbulnya dampak negatif dari kehadiran industri pariwisata.
Halal Tourism merupakan jawaban untuk mengantisipasi hal-hal semacam itu
terjadi pada masyarakat, maka dari itu perlu adanya edukasi yang tinggi pada
masyarakat mengenai apa itu yang dimaksud dengan konsep halal tourism. Banyak
masyarakat yang masih keliru memahami konsep halal tourism yang sebenarnya. Seperti
yang dikatakan oleh gubernur NTB saat ini Dr. Zulkieflimansyah bahwa masih
banyak terjadi kesalahpahaman tentang konsep wisata halal ditengah masyarakat. Menurutnya,
halal tourism tidak boleh direduksi maknanya hanya sebatas halal tourism saja. Namun
konsep halal tourism akan disempurnakan dengan inovasi-inovasi yang
memungkinkan semua orang aman, tentram dan menyenangkan ketika menikmati
keindahan alam NTB. Banyak yang menyangka bahwa dengan adanya halal tourism
kemudian orang tidak boleh lagi berenang. Sehingga cerita menakutkan ini
mematahkan semangat halal tourism, untuk itu harus diluruskan. Papar Gubernur
NTB tersebut, di acara the internasional
halal tourism conference, di Mataram, Juma’at (11/10/2019).
Konsep
wisata halal yang sebenarnya dimaksudkan adalah lebih pada penyediaan makanan
yang sehat dan halal, termasuk penyediaan kelengkapan fasilitas penunjang ibadah,
bukan pada objeknya saja. Mengingat bahwa banyak juga wisatawan yang beribur ke
NTB dari Timur Tengah, termasuk sejumlah negara lain yang mayoritas muslim. Maka
potensi tersebut harus mampu digarap. Selain itu konsep halal tourism ini
sangat bersahabat dengan kultur masyarakat NTB mengingat NTB ini dihuni oleh
masyarakat yang mayoritas muslim. Menurut pemikiran Pierre Bourdieu dalam
teorinya tentang habitus, dijelaskan bahwa untuk menghadapi kehidupan sosial
budaya masyarakat memiliki habitus (kebiasaan). Habitus yang dimaksud ialah “struktur
mental kognitif” yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan sosial budaya.
Atau juga serangkaian skema-skema dan pola-pola yang di internalisasikan dan
digunakan masyarakat untuk merasakan, memahami, menyadari dan menilai dunia
sosial.
Kehadiran
industri pariwisata ini sangat memungkinkan untuk mengubah habitus
(kebiasaan-kebiasaan) yang sudah terbentuk pada masyarakat NTB, karena industri
pariwisata sangat berpotensi dengan terjadinya campur aduk kultur dan
terbentuknya pola-pola hidup baru yang secara mental sebenarnya belum siap
dihadapi oleh masyarakat NTB. Maka dari itu, jika kita melihat konsep yang
sebenarnya dari halal tourism, hal itu sangat bersahabat sekali dengan habitus/kultur
masyarakat NTB seperti penyediaan sarana dan prasarana untuk beribadah,
penyediaan makanan sehat dan halal, tingkat kegiatan non-halal di hotel
rendah dan berbagai hal lainnya yang sesuai dengan kultur ketimuran atau kultur
masyarakat NTB secara khususnya. Sehingga hal-hal yang ditakutkan akan
menimbulkan dampak negatif pada masyarakat oleh kehadiran industri pariwisata
ini bisa di minimalisir atau diantisipasi, karena konsep yang sebenarnya dari halal
tourism ini sangat bersahabat pada kultur, adat istiadat, dan nilai-nilai
keagamaan yang selama ini berkembang pada masyarakat. Maka dari itu, perlu
adanya edukasi yang lebih mendalam terkait dengan konsep halal tourism yang
sebenarnya, supaya masyarakat tidak salah paham mengartikan halal tourism hanya
sebatas wisata yang diislamkan atau disyariahkan saja. Melainkan bahwa halal
tourism merupakan konsep wisata yang melindungi kultur-kultur lokal masyarakat,
nilai-nilai keagamaan yang selama ini berkembang dimasyarakat, serta menjaga
pola kehidupan masyarakat yang selama ini berkembang sesuai dengan mental
kognitif masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penulis : Indrawan Nur Fuadi