Pemilhan presiden tahun 2019 ini memang menjadi tahun
pilpres yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bisa dikatakan pilpres
tahun ini adalah pilpres yang paling unik dengan segala sensasi yang dibuatnya.
Berbagai macam isu-isu bermunculan yang kemudian menjadi pembicaraan hangat
para politisi. Baru saja kita sama-sama menyaksikan debat pertama capres dan
cawapres tahun 2019 yang diselenggarakan secara terbuka oleh KPU. Masyarakat
dengan sangat terbuka dan bebas menyaksikan jalannya perdebatan capres dan
cawapres itu.
Dengan adanya debat capres cawapres ini tentu sangat
memudahkan masyarakat dalam menilai kriteria calon presiden dan wakil presiden yang
akan dipilihnya. Perdebatan adalah salah satu batu uji yang sangat efektif dalam
menilai kualitas calon presiden yang akan kita pilih, karena melalui perdebatan
ini kita mampu menilai sejauh mana kedalaman narasi calon presiden dalam
melihat permasalahan negara dengan cara yang benar-benar fundamental. Dalam hal
ini calon presiden tentunya dituntut untuk memiliki wawasan kebangsaan yang
luas dan mendalam.
Namun setelah menyaksikan debat pertama capres cawapres
dengan tema Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme, wawasan kebangsaan capres
cawapres saya rasa perlu dipertanyakan. Kita mampu menilai bahwa dalam hal ini
wawasan kebangsaan capres cawapres harus di uji dengan lebih tajam lagi. Saya
rasa banyak yang sepakat bahwa debat yang berlangsung pada 17 Januari 2019 itu
berjalan dengan sangat tidak menarik. Wawasan kebangsaan capres cawapres belum
teruji dengan benar-benar tajam. Semua itu terlihat dari hal-hal yang menjadi
argumentasi utama adalah data-data kuantitatif yang lebih bersifat mengarahkan
perdebatan ke arah angka-angka dan jauh dari perdebatan yang bersifat
paradigmatik.
Hal-hal yang lebih bersifat filosofis dan fundamental
terkait tema debat tidak kita saksikan selama jalannya perdebatan. Jelas dalam
hal ini wawasan kebangsaan capres cawapres tidak teruji dengan benar-benar
tajam. Entah karena pengaruh kisi-kisi soal debat yang diberikan oleh KPU
kepada capres dan cawapres sehingga kedua paslon mempersiapkan jawaban terlebih
dahulu yang kemudian terlalu menjadi patokan dan berkesan jawaban-jawaban yang
keluar selama jalannya perdebatan kesannya seperti menghafal jawaban bukan
memberikan gagasan yang bersifat paradigmatik.
Dalam hal ini KPU tentunya menjadi sorotan sebagai
pengendali utama terkait pelaksanaan debat capres dan cawapres. Tidak sedikit
orang mengkritisi keputusan KPU yang memberikan kisi-kisi debat kepada calon
presiden dan wakil presiden, baik dari kalangan politisi atau masyarakat.
Karena seolah-olah dengan diberikan kisi-kisi tersebut seperti meragukan
kualitas wawasan kebangsaan calon presiden dan wakil presiden. Menurut saya
dengan diberikannya kisi-kisi soal debat, hal itu justru tidak akan bisa
menguji dengan benar-benar tajam wawasan kebangsaan calon presiden dan wakil
presiden. Kesannya seperti anak SMA yang akan ujian akhir sekolah kemudian
diberikan kisi-kisi oleh gurunya lalu kemudian disiapkan jawabannya lalu
dijadikan contekan ketika ujian berlangsung. Kurang lebih seperti itu dan jelas
wawasan kebangsaan calon presiden dan wakil presiden saat ini masih kita
ragukan karena tidak teruji dengan benar-benar tajam.
Masyarakat Semakin Dilematik
Bukan sebuah pencerahan yang diterima oleh masyarakat
pasca debat pertama capres cawapres yang berlangsung 17 Januari lalu. Tetapi
sebuah dilema besar yang kemudian berujung pada sebuah pertanyaan siapa yang
akan saya pilih. Iya kalau dilema yang muncul karena capres dan cawapres ini
merupakan calon yang sama-sama kuat dan wawasan kebangsaannya tidak perlu
diragukan lagi, itu hal yang baik dan mampu mencerdaskan masyarakat.
Namun bagaimana jika sebaliknya, tentu itu akan
mengarahkan masyarakat kepada sebuah dilematik yang belum jelas ujungnya ke
paslon 01 atau paslon 02. Dan hal ini kembali akan membawa masyarakat untuk
menilai bukan lagi kualitas wawasan dan pengetahuan tentang kebangsaan calon
presiden tetapi terpaksa menilai pada data-data kuantitatif yang jawabannya
sudah dipersiapkan terlebih dahulu karena memang sudah diberikan kisi-kisi soal
debat. Dan hal tersebut membuat kita tidak bisa menilai secara benar-benar
tajam kedalaman wawasan kebangsaan calon presiden karena sangat jauh dari debat
yang bersifat paradigmatik.
Bahkan bisa saja masyarakat nanti akan banyak yang golput
karena menurut mereka kedua paslon ini wawasan kebangsaannya tidak bisa diukur
secara filosofis dan paradigmatik. Untuk menyudahi dilematik pada masyarakat
tentunya capres cawapres harus mampu menunjukan kualitasnya sebagai seorang
pemimpin negara. Narasi-narasi yang dimunculkan harus bersifat kental dengan
hal-hal fundamental yang menjadi permasalahan utama bangsa ini. Argumentasi
harus mampu diarahkan kepada sebuah perdebatan yang bersifat paradigmatik,
filosofis dan tentu tidak cendrung terlihat seperti mengafal jawaban.
Perdebatan harus bisa memberikan sebuah pencerahan bagi
masyarakat dalam menilai kriteria capres dan cawapres yang akan dipilihnya.
Sehingga masyarakat mampu keluar dari sebuah dilematik yang sedang dihadapinya
melalui penilaian debat capres cawapres yang sudah disaksikannya.
PR Buat KPU
Sebagai pemegang kendali utama tentunya KPU menjadi
sasaran terkait tekhnis-tekhnis jalannya perdebatan bila adanya keritikian dari
berbagai pihak. Tujuan dilakukannya debat capres cawapres adalah untuk menguji
sejauh mana wawasan kebangsaan yang dimiliki capres dan cawapres. Bukan hanya
sekedar menyampaikan visi misi dan menunjukan data-data kuantitatif tetapi
harus mampu menunjukan kualitas keintelektualannya sebagai pemimpin negara.
Jika berani menjadi calon presiden tentunya dia sudah memiliki kapasitas yang
mumpuni terkait dengan kebangsaan.
Untuk itu saya rasa KPU masih punya banyak PR terkait
pengujian kualitas capres dan cawapres. Saya harap KPU tidak tanggung-tanggung
menguji calon presiden dan wakil presiden ini dengan batu uji yang benar-benar
tajam. Sehingga presiden yang terpilih nantinya benar-benar sudah melalui ujian
yang mendalam tentang wawasan kebangsaan. Oleh sebab itu, seharusnya KPU stidak
perlu lagi memberikan kisi-kisi debat karena yang diuji disini bukan anak SMA
yang akan mengahadapi ujian akhir sekolah. Tetapi orang yang di uji disini
adalah calon presiden yang akan memimpin negara.
Tentunya seorang calon presiden yang kemudian berani maju
sebagai calon pastinya sudah dibekali ilmu pengetahuan yang luas tentang
kebangsaan. Jadi KPU seharusnya tidak main-main dalam menguji kapabilitas calon
presiden dan wakil presiden. Harus benar-benar diuji kedalaman wawasan
kebangsaan calon presiden dan wakil presiden salah satunya dengan debat ini
tentunya tetapi dengan pertanyaan-pertanyaan dan pengujian-pengujian yang
benar-benar tajam. Jika benar-benar ingin menguji calon presiden dan wakil
presiden secara benar-benar matang saya rasa debat yang di isi dengan beberapa
pertanyaan yang sudah diberikan kisi-kisinya itu tidak cukup.
Jangan lagi ada kisi-kisi soal debat dan skala debat
harus lebih luas lagi. Kalau perlu langsung di uji di kampus-kampus yang
merupakan kandang ilmu pengetahuan dan langsung berhadapan dengan
mahasiswa-mahasiswa yang akan mengkritis habis-habisan calon presiden dan wakil
presiden ini. Saya rasa kita sepakat bahwa KPU harus memberikan suatu batu uji
yang lebih besar terhadap calon presiden dan wakil presiden agar presiden yang
terpilih nantinya benar-benar memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan mampu
mengeluarkan masyarakat dari dilematik yang saat ini sedang dihadapinya.
Penulis : Indrawan Nur Fuadi











